Biografi Jokowi (Joko Widodo)
Jokowi adalah tokoh pemimpin terpuji Walikota Solo dan berperan
memperomosikan Mobil ESEMKA. Ir. Joko Widodo (Jokowi) adalah walikota
Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015. Wakil walikotanya
adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Jokowi lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961. Agama
Jokowi adalah Islam. Pada 2012 Jokowi memenangkan Pilkada DKI Jakarta
dan ditetapkan sebagi Gubernur DKI Jakarta. Banyak pihak optimis dengan kinerja
Jokowi dan wakilnya Ahok untuk memperbaiki kota Jakarta yang semerawut.
Jokowi meraih gelar insinyur dari
Fakultas Kehutanan UGM
pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota
Solo, banyak yang meragukan kemampuan
pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga
saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif
dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa
yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.
Di bawah kepemimpinannya, Solo
mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan
menyetujui moto “Solo: The Spirit of
Java“. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota
di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari
hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi
syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi
langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman
Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya,
dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju
dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan
Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima
pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi
tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada
tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD)
yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk
dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di
komplek Istana Mangkunegaran.
Berkat prestasi tersebut, Jokowi terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″ oleh
Majalah Tempo.
Asal
Nama Julukan Jokowi
“Jokowi itu pemberian nama dari
buyer saya dari Prancis,” begitu kata Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya
dari mana muncul nama Jokowi. Kata dia, begitu banyak nama dengan nama depan
Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini
apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus, ‘Jokowi’.
Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan
tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya
persis Joko Widodo ada 16 orang.
Saat ini, Jokowi menjabat untuk
periode kedua. Kemenangan mutlak diperoleh saat pemilihan wali kota tahun lalu.
Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya
juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang
beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya,
“Eh..itu Pak Joko.”
Bagaimana ceritanya sehingga dia
bisa dicintai masyarakat Solo? Kebijakan apa saja yang telah membuat rakyatnya
senang? Mengapa pula dia harus menginjak pegawainya? Berikut wawancara wartawan
Republika, Ditto Pappilanda, dengan Jokowi dalam kebersamaannya sepanjang
setengah hari di seputaran Solo.
Sikap apa yang Anda bawa dalam
menjalankan karier sebagai birokrat?
Secara prinsip, saya hanya bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Saya enggak berpikir macam-macam, wong enggak bisa apa-apa. Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja.
Secara prinsip, saya hanya bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Saya enggak berpikir macam-macam, wong enggak bisa apa-apa. Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja.
Bener, saya tidak muluk-muluk dan
sebenarnya yang kita jalankan pun semua orang bisa ngerjain. Hanya, mau enggak.
Punya niat enggak. Itu saja. Enggak usah tinggi-tinggi. Sederhana sekali.
Contoh, lima tahun yang lalu,
pelayanan KTP kita di kecamatan semrawut. KTP bisa dua minggu, bisa tiga minggu
selesai. Tidak ada waktu yang jelas. Bergantung pada yang meminta, seminggu
bisa, dua minggu bisa. Tapi, dengan memperbaiki sistem, apa pun akan bisa
berubah. Menyiapkan sistem, kemudian melaksanakan sistem itu, dan kalau ada
yang enggak mau melaksanakan sistem, ya, saya injak.
Awalnya reaksi internal bagaimana?
Ya biasa, resistensi setahun di depan, tapi setelah itu, ya, biasa saja. Semuanya kalau sudah biasa, ya semuanya senang. Ya, kita mengerti itu masalah kue, ternyata ya juga bisa dilakukan.
Ya biasa, resistensi setahun di depan, tapi setelah itu, ya, biasa saja. Semuanya kalau sudah biasa, ya semuanya senang. Ya, kita mengerti itu masalah kue, ternyata ya juga bisa dilakukan.
Untuk mengubah sistem proses KTP
itu, tiga lurah saya copot, satu camat saya copot. Saat itu, ketika rapat
diikuti 51 lurah, ada tiga lurah yang kelihatan tidak niat. Enggak mungkin satu
jam, pak, paling tiga hari, kata mereka. Besoknya lurah itu tidak menjabat.
Kalau saya, gitu saja. Rapat lima camat lagi, ada satu camat, sulit pak, karena
harus entri data. Wah ini sama, lah. Ya, sudah.
Nyatanya, setelah mereka hilang,
sistemnya bisa jalan. Seluruh kecamatan sekarang sudah seperti bank. Tidak ada
lagi sekat antara masyarakat dan pegawai, terbuka semua. Satu jam juga sudah
jadi. Rupiah yang harus dibayar sesuai perda, Rp 5.000.
Anda juga punya pengalaman menarik
dalam penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang kemudian banyak menjadi rujukan?
Iya. Sekarang banyak daerah-daerah ke sini, mau mengubah mindset. Oh ternyata penanganan (PKL) bisa tanpa berantem. Memang tidak mudah. Pengalaman kami waktu itu adalah memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan.
Iya. Sekarang banyak daerah-daerah ke sini, mau mengubah mindset. Oh ternyata penanganan (PKL) bisa tanpa berantem. Memang tidak mudah. Pengalaman kami waktu itu adalah memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan.
Lima tahun yang lalu, mereka saya
undang makan di sini (ruang rapat rumah dinas wali kota). Saya ajak makan
siang, saya ajak makan malam. Saya ajak bicara. Sampai 54 kali, saya ajak makan
siang, makan malam, seperti ini. Tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau
pindah. Enggak usah di-gebukin.
Mengapa butuh tujuh bulan, mengapa
tidak di tiga bulan pertama?
Kita melihat-melihat angin, lah. Kalau Anda lihat, pertama kali mereka saya ajak ke sini, mereka semuanya langsung pasang spanduk. Pokoknya kalau dipindah, akan berjuang sampai titik darah penghabisan, nyiapin bambu runcing. Bahkan, ada yang mengancam membakar balai kota.
Kita melihat-melihat angin, lah. Kalau Anda lihat, pertama kali mereka saya ajak ke sini, mereka semuanya langsung pasang spanduk. Pokoknya kalau dipindah, akan berjuang sampai titik darah penghabisan, nyiapin bambu runcing. Bahkan, ada yang mengancam membakar balai kota.
Situasi panas itu sampai pertemuan
ke berapa?
Masih sampai pertemuan ke-30. Pertemuan 30-50 baru kita berbicara. Mereka butuh apa, mereka ingin apa, mereka khawatir mengenai apa. Dulu, mereka minta sembilan trayek angkot untuk menuju wilayah baru. Kita beri tiga angkutan umum. Jalannya yang sempit, kita perlebar.
Masih sampai pertemuan ke-30. Pertemuan 30-50 baru kita berbicara. Mereka butuh apa, mereka ingin apa, mereka khawatir mengenai apa. Dulu, mereka minta sembilan trayek angkot untuk menuju wilayah baru. Kita beri tiga angkutan umum. Jalannya yang sempit, kita perlebar.
Yang sulit itu, mereka meminta
jaminan omzet di tempat yang baru sama seperti di tempat yang lama. Wah,
bagaimana wali kota disuruh menjamin seperti itu. Jawaban saya, rezeki yang
atur di atas, tapi nanti selama empat bulan akan saya iklankan di televisi lokal,
di koran lokal, saya pasang spanduk di seluruh penjuru kota. Akhirnya, mereka
mau pindah.
Pindahnya mereka saya siapkan 45
truk, saya tunggui dua hari, mereka pindah sendiri-sendiri. Pindahnya mereka
dari tempat lama ke tempat baru saya kirab dengan prajurit keraton. Ini yang
enggak ada di dunia mana pun. Mereka bawa tumpeng satu per satu sebagai simbol
kemakmuran. Artinya, pindahnya senang. Tempat yang lama sudah jadi ruang
terbuka hijau kembali.
Omzetnya di tempat yang baru?
Bisa empat kali. Bisa tanya ke sana, jangan tanya saya. Tapi, ya kira-kira ada yang sepuluh kali, ada yang empat kali. Rata-rata empat kali. Ada yang sebulan Rp 300 juta. Itu sudah bukan PKL lagi, geleng-geleng saya.
Bisa empat kali. Bisa tanya ke sana, jangan tanya saya. Tapi, ya kira-kira ada yang sepuluh kali, ada yang empat kali. Rata-rata empat kali. Ada yang sebulan Rp 300 juta. Itu sudah bukan PKL lagi, geleng-geleng saya.
Bagaimana dengan PKL yang lain?
Setelah yang eks-PKL Banjarsari pindah, tidak sulit meyakinkan yang lain. Cukup pertemuan tiga sampai tujuh kali pertemuan selesai. Sampai saat ini, kita sudah pindahkan 23 titik PKL, tidak ada masalah.
Setelah yang eks-PKL Banjarsari pindah, tidak sulit meyakinkan yang lain. Cukup pertemuan tiga sampai tujuh kali pertemuan selesai. Sampai saat ini, kita sudah pindahkan 23 titik PKL, tidak ada masalah.
Lha yang repot sekarang ini malah
pedagang PKL itu minta direlokasi. Kita yang nggak punya duit. Sampai sekarang
ini, masih 38 persen PKL yang belum direlokasi. Jadi, kalau masih melihat PKL di
jalan atau trotoar, itu bagian dari 38 persen tadi.
Tampaknya, pemberdayaan pasar
menjadi perhatian Anda?
Oiya. Kita sudah merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Jika dikelola dengan baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar.
Oiya. Kita sudah merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Jika dikelola dengan baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar.
Dulu, ketika saya masuk, pendapatan
dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10
miliar, restoran Rp 5 miliar, parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar.
Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya
banyak sekali, kok. Ini yang harus dilihat. Asal manajemennya bagus, enggak
rugi kita bangun-bangun pasar. Masyarakat-pedagang terlayani, kita dapat income
seperti itu.
Sementara kalau mal, enggak tahu
saya, paling bayar IMB saja, kita mau tarik apa? Makanya, mal juga kita batasi.
Begitu juga hypermarket kita batasi. Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya.
Rencananya dulu akan ada 60-80 yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang
hanya ada belasan.
Tapi, sepertinya Pasar Klewer belum
tersentuh ya, kondisinya masih kurang nyaman?
Klewer itu, waduh. Duitnya gede sekali. Kemarin, dihitung investor, Rp 400 miliar. Duit dari mana? Anggaran berapa puluh tahun, kita mau cari jurus apa belum ketemu. Anggaran belanja Solo Rp 780 miliar, tahun ini Rp 1,26 triliun. Tidak mampu kita. Pedagang di Klewer lebih banyak, 3.000-an pedagang, pasarnya juga besar sekali. Di situ, yang Solo banyak, Sukoharjo banyak, Sragen banyak, Jepara ada, Pekalongan ada, Tegal ada. Batik dari mana-mana. Tapi, saya yakin ada jurusnya, hanya belum ketemu aja.
Klewer itu, waduh. Duitnya gede sekali. Kemarin, dihitung investor, Rp 400 miliar. Duit dari mana? Anggaran berapa puluh tahun, kita mau cari jurus apa belum ketemu. Anggaran belanja Solo Rp 780 miliar, tahun ini Rp 1,26 triliun. Tidak mampu kita. Pedagang di Klewer lebih banyak, 3.000-an pedagang, pasarnya juga besar sekali. Di situ, yang Solo banyak, Sukoharjo banyak, Sragen banyak, Jepara ada, Pekalongan ada, Tegal ada. Batik dari mana-mana. Tapi, saya yakin ada jurusnya, hanya belum ketemu aja.
Soal pendidikan, di beberapa daerah
sudah banyak dilakukan pendidikan gratis, apakah di Solo juga begitu?
Kita beda. Di sini, kita menerbitkan kartu untuk siswa, ada platinum, gold, dan silver. Mereka yang paling miskin itu memperoleh kartu platinum. Mereka ini gratis semuanya, mulai dari uang pangkal sampai kebutuhan sekolah dan juga biaya operasional. Kemudian, yang gold itu mendapat fasilitas, tapi tak sebanyak platinum. Begitu juga yang silver, hanya dibayari pemkot untuk kebutuhan tertentu.
Kita beda. Di sini, kita menerbitkan kartu untuk siswa, ada platinum, gold, dan silver. Mereka yang paling miskin itu memperoleh kartu platinum. Mereka ini gratis semuanya, mulai dari uang pangkal sampai kebutuhan sekolah dan juga biaya operasional. Kemudian, yang gold itu mendapat fasilitas, tapi tak sebanyak platinum. Begitu juga yang silver, hanya dibayari pemkot untuk kebutuhan tertentu.
Itu juga yang diberlakukan untuk
kesehatan?
Iya, ada kartu seperti itu, ada gold dan silver. Gold ini untuk mereka yang masuk golongan sangat miskin. Semua gratis, perawatan rawat inap, bahkan cuci darah pun untuk yang gold ini gratis.
Iya, ada kartu seperti itu, ada gold dan silver. Gold ini untuk mereka yang masuk golongan sangat miskin. Semua gratis, perawatan rawat inap, bahkan cuci darah pun untuk yang gold ini gratis.
Tampaknya, sekarang masyarakat sudah
percaya pada Anda, padahal di awal terpilih, banyak yang sangsi?
Yah, satu tahun, lah. Namanya belum dikenal, saya kan bukan potongan wali kota, kurus, jelek. Saya juga enggak pernah muncul di Solo, apalagi bisnis saya 100 persen ekspor. Ada yang sangsi, ya biar saja, sampai sekarang enggak apa-apa. Mau sangsi, mau menilai jelek, terserah orang.
Yah, satu tahun, lah. Namanya belum dikenal, saya kan bukan potongan wali kota, kurus, jelek. Saya juga enggak pernah muncul di Solo, apalagi bisnis saya 100 persen ekspor. Ada yang sangsi, ya biar saja, sampai sekarang enggak apa-apa. Mau sangsi, mau menilai jelek, terserah orang.
Dulu, apa niat awalnya jadi wali
kota?
Enggak ada niat, kecelakaan. Ndak tahu itu. Dulu, pilkada pertama, kita dapat suara 37 persen, menang tipis. Wong saya bukan orang terkenal, kok. Yang lain terkenal semuanya kan, saya enggak. Tapi, kelihatannya masyarakat sudah malas dengan orang terkenal. Mau coba yang enggak terkenal. Coba-coba, jadi saya bilang kecelakaan tadi itu memang betul.
Enggak ada niat, kecelakaan. Ndak tahu itu. Dulu, pilkada pertama, kita dapat suara 37 persen, menang tipis. Wong saya bukan orang terkenal, kok. Yang lain terkenal semuanya kan, saya enggak. Tapi, kelihatannya masyarakat sudah malas dengan orang terkenal. Mau coba yang enggak terkenal. Coba-coba, jadi saya bilang kecelakaan tadi itu memang betul.
Hal apa yang paling mengesankan
selama Anda menjadi wali kota?
Paling mengesankan? Paling mengesankan itu, kalau dulu, kan, wali kota mesti meresmikan hal yang gede-gede. Meresmikan mal terbesar besar misalnya. Tapi, sekarang, gapura, pos ronda, semuanya saya yang buka, kok. Pos ronda minta dibuka wali kota, gapura dibuka wali kota, ya gimana rakyat yang minta, buka aja. Ya, kadang-kadang lucu juga. Tapi kita nikmati.
Paling mengesankan? Paling mengesankan itu, kalau dulu, kan, wali kota mesti meresmikan hal yang gede-gede. Meresmikan mal terbesar besar misalnya. Tapi, sekarang, gapura, pos ronda, semuanya saya yang buka, kok. Pos ronda minta dibuka wali kota, gapura dibuka wali kota, ya gimana rakyat yang minta, buka aja. Ya, kadang-kadang lucu juga. Tapi kita nikmati.
Apa kesulitan yang paling pertama
Anda temui saat menjabat sebagai wali kota?
Masalah aturan. Betul. Kita, kalau di usaha, mencari yang se-simpel mungkin, seefisien mungkin. Tapi, kita di pemerintahan enggak bisa, ada tahapan aturan. Meskipun anggaran ada, aturannya enggak terpenuhi, enggak bisa jalani. Harusnya, bisa kita kerjain dua minggu, harus menunggu dua tahun. Banyak aturan-aturan yang justru membelenggu kita sendiri, terlalu prosedural. Kita ini jadi negara prosedur.
Masalah aturan. Betul. Kita, kalau di usaha, mencari yang se-simpel mungkin, seefisien mungkin. Tapi, kita di pemerintahan enggak bisa, ada tahapan aturan. Meskipun anggaran ada, aturannya enggak terpenuhi, enggak bisa jalani. Harusnya, bisa kita kerjain dua minggu, harus menunggu dua tahun. Banyak aturan-aturan yang justru membelenggu kita sendiri, terlalu prosedural. Kita ini jadi negara prosedur.
Apa pertimbangannya saat Anda
mencalonkan untuk kali kedua?
Sebetulnya, saya enggak mau. Mau balik lagi ke habitat tukang kayu. Saat itu, setiap hari datang berbondong-bondong berbagai kelompok yang mendorong saya maju lagi. Mereka katakan, ini suara rakyat. Saya berpikir, ini benar ndak, apa hanya rekayasa politik. Dua minggu saya cuti, pusing saya mikir itu. Saya pulang, okelah saya survei saja. Saya survei pertama, dapatnya 87 persen. Enggak percaya, saya survei lagi, dapatnya 87 persen lagi.
Sebetulnya, saya enggak mau. Mau balik lagi ke habitat tukang kayu. Saat itu, setiap hari datang berbondong-bondong berbagai kelompok yang mendorong saya maju lagi. Mereka katakan, ini suara rakyat. Saya berpikir, ini benar ndak, apa hanya rekayasa politik. Dua minggu saya cuti, pusing saya mikir itu. Saya pulang, okelah saya survei saja. Saya survei pertama, dapatnya 87 persen. Enggak percaya, saya survei lagi, dapatnya 87 persen lagi.
Setelah survei itu, saya melihat,
benar-benar ada keinginan
masyarakat. Jadi, yang datang ke saya itu benar. Dan ternyata memang saya dapat
hampir 91 persen. Saya lihat ada harapan dan ekspektasi yang terlalu besar.
Perhitungan saya 65-70 persen. Hitungan di atas kertas 65:35, atau 60:40,
kira-kira.
Ada kekhwatiran tidak, ketika lepas
jabatan, semua yang Anda bangun tetap terjaga?
Pertama ada blueprint, ada concept plan kota. Paling tidak, pemimpin baru nanti enggak usah pakai 100 persen, seenggaknya 70 persen. Jangan sampai, sudah SMP, kembali lagi ke TK. Saya punya kewajiban juga untuk menyiapkan dan memberi tahu apa yang harus dilakukan nantinya.
Pertama ada blueprint, ada concept plan kota. Paling tidak, pemimpin baru nanti enggak usah pakai 100 persen, seenggaknya 70 persen. Jangan sampai, sudah SMP, kembali lagi ke TK. Saya punya kewajiban juga untuk menyiapkan dan memberi tahu apa yang harus dilakukan nantinya.
Biografi Ahok (Basuki Tjahaja Purnama)
Ahok adalah salah satu calon Wakil Gubernur DKI pada Pilkada DKI
Jakarta 2012. Ahok bernama asli Basuki Tjahaja Purnama dan dilahirkan di
wilayah Belitung. Sebelum bersanding dengan Jokowi pada Pilkada DKI 2012, Ahok telah menjabat sebagai
Bupati Belitung Timur periode 2005-2010 dan menjadi anggota DPR RI periode
2009-2014. Mari kita lihat sepak terjang Ahok sebagai Calon Wakil Gubernur DKI
Jakarta bersama Jokowi.
Basuki T Purnama (BTP) yang akrab dipanggil Ahok lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, Belitung Timur. Ia melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMU) dan perguruan tinggi di Jakarta dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti.
Setelah menamatkan pendidikannya dan
mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi (Insiyur geologi) pada tahun 1989, Basuki
pulang kampung–menetap di Belitung dan mendirikan perusahaan CV Panda yang
bergerak dibidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Menggeluti dunia kontraktor selama
dua tahun, Basuki
menyadari betul hal ini tidak akan mampu mewujudkan visi pembangunan yang ia
miliki, karena untuk menjadi pengelolah mineral selain diperlukan modal
(investor) juga dibutuhkan manajemen yang profesional.
Untuk itu Ahok
memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi
Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Mendapat gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA)atau Magister Manajemen
(MM) membawa Basuki diterima kerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta, yaitu
perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik
sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Karena ingin
konsentrasi pekerjaan di Belitung, pada tahun 1995 Basuki memutuskan untuk berhenti
bekerja dan pulang ke kampung halamannya.
Perlu diketahui, tahun 1992 Basuki
mendirikan PT Nurindra Ekapersada sebagai persiapan membangun pabrik Gravel
Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Bagi Basuki, pabrik yang berlokasi di Dusun
Burung Mandi, Desa mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung
Timur ini diharapkan dapat menjadi proyek
percontohan bagaimana mensejahterakan stakeholder (pemegang saham, karyawan,
dan rakyat) dan juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi Pendapatan
Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang
terbatas. Di sisi lain diyakini PT Nurindra Ekapersada memiliki visi untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Berangkat dari visi seperti itulah
pada tahun 1994, Basuki didukung oleh seorang tokoh pejuang kemerdekaan Bapak
alm Wasidewo untuk memulai pembangunan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama
di Pulau Belitung dengan memamfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan
pabrik ini diharapkan juga memberikan harapan besar menjadi cikal bakal
tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK
(Kawasan Industri Air Kelik).
Kiprah
Politik Ahok
Sebagai pengusaha di tahun 1995 ia
mengalami sendiri pahitnya berhadapan dengan politik dan birokrasi yang korup.
Pabriknya ditutup karena ia melawan kesewenang-wenangan pejabat. Sempat
terpikir olehnya untuk hijrah dari Indonesia ke luar negeri, tetapi keinginan
itu ditolak oleh sang ayah yang mengatakan bahwa satu hari rakyat akan memilih
Ahok untuk memperjuangkan nasib mereka.
Dikenal sebagai keluarga yang
dermawan di kampungnya, sang ayah yang dikenal dengan nama Kim Nam,
memberikan ilustrasi kepada Ahok. Jika seseorang ingin membagikan uang 1 milyar
kepada rakyat masing-masing 500 ribu rupiah, ini hanya akan cukup dibagi untuk
2000 orang. Tetapi jika uang tersebut digunakan untuk berpolitik, bayangkan
jumlah uang di APBD yang bisa dikuasai untuk kepentingan rakyat. APBD kabupaten
Belitung Timur saja mencapai 200 milyar di tahun 2005.
Bermodal keyakinan bahwa orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang kaya jangan lawan pejabat (paham Kong Hu Cu), keinginan untuk membantu rakyat kecil di kampungnya, dan juga kefrustasian yang mendalam terhadap kesemena-menaan pejabat yang ia alami sendiri, Ahok memutuskan untuk masuk ke politik di tahun 2003.
Bermodal keyakinan bahwa orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang kaya jangan lawan pejabat (paham Kong Hu Cu), keinginan untuk membantu rakyat kecil di kampungnya, dan juga kefrustasian yang mendalam terhadap kesemena-menaan pejabat yang ia alami sendiri, Ahok memutuskan untuk masuk ke politik di tahun 2003.
Pertama-tama ia bergabung dibawah
bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin oleh
Dr. Sjahrir. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Dengan keuangan yang sangat terbatas dan model kampanye yang lain dari yang
lain, yaitu menolak memberikan uang kepada rakyat, ia terpilih menjadi anggota
DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda
dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih
secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20
September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir
di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati,
merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).
Mohammad Nuh
Prof.
Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA
(lahir di Surabaya,
Jawa
Timur, 17
Juni 1959; umur 53 tahun) adalah Menteri Pendidikan
Nasional Indonesia sejak 22
Oktober 2009. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri
Komunikasi dan Informatika (2007–2009)
dan rektor Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya periode tahun 2003–2006.
Mohammad Nuh adalah anak ketiga dari
10 bersaudara. Ayahnya H. Muchammad Nabhani, adalah pendiri Pondok Pesantren
Gununganyar Surabaya. Ia melanjutkan studi di Jurusan Elektro Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, dan lulus tahun 1983.
Mohammad Nuh mengawali kariernya
sebagai dosen Teknik Elektro ITS pada tahun 1984. Ia kemudian mendapat beasiswa menempuh magister di Universite Science et Technique du Languedoc
(USTL) Montpellier,
Perancis. Mohammad Nuh juga melanjutkan studi S3 di universitas
tersebut.
Nuh menikah dengan drg. Layly
Rahmawati, dan ia dikaruniai seorang puteri bernama Rachma Rizqina
Mardhotillah, yang lahir di Perancis.
Pada tahun 1997, Mohammad Nuh diangkat menjadi direktur Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS. Berkat lobi dan kepemimpinannya, PENS menjadi rekanan
tepercaya Japan
Industrial Cooperation Agency
(JICA) sejak tahun 1990.
Pada tanggal 15
Februari 2003, Mohammad Nuh dikukuhkan sebagai rektor ITS. Pada tahun
yang sama, Nuh dikukuhkan sebagai guru besar (profesor) bidang ilmu Digital Control System dengan
spesialisasi Sistem Rekayasa Biomedika. Ia adalah rektor termuda dalam sejarah
ITS, yakni berusia 42 tahun saat menjabat. Semasa menjabat sebagai rektor, ia
menulis buku berjudul Startegi dan
Arah Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (disingkat
Indonesia-SAKTI).
Selain sebagai rektor, Mohammad Nuh
juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur, Pengurus PCNU
Surabaya, Sekretaris Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya, Anggota Pengurus
Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, serta Ketua Yayasan Pendidikan Al Islah
Surabaya. Muhammad Nuh juga dikenal sebagai seorang Kiayi, sering memberi
ceramah dan khutbah jumat di berbagai masjid di Surabaya dan dikenal sebagai Ulama.
Boediono
Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec. (lahir di Blitar, Jawa Timur,
25
Februari 1943; umur 70 tahun) adalah Wakil Presiden Indonesia
yang menjabat sejak 20 Oktober
2009. Ia terpilih dalam Pilpres
2009 bersama pasangannya, presiden
yang sedang menjabat, Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian,
Menteri Keuangan, Menteri
Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Direktur Bank
Indonesia (sekarang setara Deputi Gubernur).
Saat ini ia juga mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada sebagai guru besar.[1] Oleh relasi dan orang-orang yang seringkali berinteraksi
dengannya ia dijuluki The man to get the job done.[
Boediono pertama kali diangkat
menjadi menteri pada tahun 1998
dalam Kabinet Reformasi Pembangunan sebagai Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Setahun kemudian, ketika terjadi peralihan kabinet dan kepemimpinan dari
Presiden BJ Habibie
ke Abdurrahman Wahid,
ia digantikan oleh Kwik Kian Gie.
Bersama dengan beberapa tokoh nasional, ia turut mendirikan Kemitraan bagi
Pembaruan Tata Pemerintahan untuk
mendorong reformasi.[5]
Ia kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan pada tahun 2001 dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal
Ramli. Sebagai Menteri Keuangan dalam
Kabinet Gotong Royong, ia membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional dan mengakhiri kerja sama dengan lembaga tersebut.[6] Oleh BusinessWeek, ia dipandang sebagai salah seorang menteri yang paling
berprestasi dalam kabinet tersebut.[7]
Di kabinet tersebut, ia bersama Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dijuluki 'The Dream Team' karena mereka dinilai berhasil
menguatkan stabilitas makroekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih dari Krisis Moneter 1998. Ia juga berhasil menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran Rp 9.000 per dolar
AS.[8]
Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, banyak orang yang mengira bahwa
Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya, namun posisinya ternyata
ditempati Jusuf Anwar.
Menurut laporan, Boediono sebenarnya telah diminta oleh Presiden Yudhoyono
untuk bertahan, namun ia memilih untuk beristirahat dan kembali mengajar. Saat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5
Desember 2005, Boediono diangkat menggantikan Aburizal
Bakrie menjadi Menteri Koordinator bidang
Perekonomian. Indikasi Boediono akan menggantikan Aburizal Bakrie direspon
sangat positif oleh pasar sejak hari sebelumnya dengan menguatnya IHSG serta mata uang rupiah. Kurs rupiah menguat hingga dibawah Rp 10.000 per dolar AS.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
di BEJ juga ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen) dan
berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100.[9]
Ini karena Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kala itu belum
didukung pemulihan sektor riil dan moneter.
Pada tanggal 9
April 2008, DPR
mengesahkan Boediono sebagai Gubernur
Bank Indonesia,
menggantikan Burhanuddin Abdullah. Ia merupakan calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pengangkatannya didukung oleh Burhanuddin Abdullah, Menkeu Sri
Mulyani, Kamar Dagang Industri atau Kadin, serta seluruh anggota DPR kecuali fraksi PDIP.[10]
Ketika namanya diumumkan sebagai
calon wakil presiden mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
pada bulan Mei 2009, banyak pihak yang tidak bisa menerima dengan berbagai
alasan, seperti tidak adanya pengalaman politik, pendekatan ekonominya yang
liberal, serta bahwa ia juga orang Jawa (SBY juga orang Jawa). Namun demikian, ia dipilih oleh SBY
karena ia sangat bebas kepentingan dan konsisten dalam melakukan reformasi di
bidang keuangan. Pasangan ini didukung Partai Demokrat dan 23 partai lainnya,
termasuk PKB, PPP,
PKS, dan PAN.
Pada Pemilihan
Umum 8 Juli 2009, pasangan SBY-Boediono menang atas
dua pesaingnya, Megawati—Prabowo dan Kalla—Wiranto.
Abraham Samad (Ketua KPK)
Dr. Abraham Samad, S.H., M.H., (lahir di Makassar, Sulawesi
Selatan, 27
November 1966; umur 46 tahun) adalah seorang advokat yang sekarang menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015.Sejak tahun 1996, Abraham Samad melakoni profesi sebagai advokat[3]. Kemudian, untuk menunjang profesi yang digelutinya,
Abraham Samad medirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang diberi nama Anti
Coruption Committee (ACC).
LSM ini bergerak dalam kegiatan pemberantasan korupsi, seperti
melakukan kegiatan pembongkaran kasus-kasus korupsi, khususnya di Sulawesi
Selatan[1]. Selain itu ACC memiliki tujuan mendorong terciptanya
sistem pemerintahan yang baik serta sistem pelayanan publik yang maksimal
dengan sasaran pemberantasan korupsi. Abraham Samad duduk sebagai koordinator,
selain ia adalah penggagas LSM tersebut.
Abraham Samad sebelumnya pernah
mendaftar sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)[4]
dan Komisi Yudisial[1]. Namun, semua gagal hingga ia memutuskan untuk mengikuti
seleksi calon pimpinan KPK. Seleksi capim KPK 2011 sebenarnya bukanlah hal baru
bagi Abraham, karena ia sebelumnya sudah pernah mendaftar sebanyak dua kali.
Pada ketiga kalinya inilah Abraham bisa melewati seleksi hingga tingkat akhir
(uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR). Abraham bersama 8 calon (sebelumnya 10 calon) diajukan
oleh Pansel KPK yang diketuai oleh Menkumham Patrialis
Akbar dimana Abraham menempati peringkat
kelima dari seluruh calon yang diajukan[1].
Abraham merupakan calon pertama yang menjalai uji kelayakan dan kepatutan yang
dimulai pada tanggal 21 November
2011[2].
Pada tanggal 3
Desember 2011 melalui voting pemilihan Ketua KPK oleh 56 orang dari unsur
pimpinan dan anggota Komisi III asal sembilan fraksi DPR, Abraham mengalahkan Bambang Widjojanto
dan Adnan Pandu Praja. Abraham memperoleh 43 suara, Busyro
Muqoddas 5 suara, Bambang Widjojanto
4 suara, Zulkarnain
4 suara, sedangkan Adnan 1 suara [5]. Ia dan jajaran pimpinan KPK yang baru saja terpilih, resmi
dilantik di Istana Negara
oleh Presiden SBY pada tanggal 16
Desember 2011
Biografi
Marzuki Ali (Ketua DPR)
Nama
Lengkap: Dr. H. Marzuki Alie, SE.MM
Tanggal Lahir: 6 November 1955
Tempat Lahir: Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia
Jenis Kelamin: Laki-laki
Agama: Islam
Istri: Hj.Asmawati SE.MM
Jabatan: Ketua DPR RI (periode
2009-2014)
Marzuki Ali lahir pada tanggal 6
November 1955 di Palembang Sumatera Selatan. Beliau merupakan Anggota DPR RI
sekaligus sebagai ketua menggantikan Bapak Agung Laksono pada periode
(2009-2014). Kiprah Beliu di Dunia politik termasuk masih baru, awalnya beliau
adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Keuangan, pada 1975-1999 sampai
pada posisi eselon I.
Pada Tahun 2003 Marzuki Ali
bersentuhan dengan dunia politik. Beliau mulai melakukan survei terhadap
parpol, menjajaki kemungkinan untuk bergabung dengan tekad untuk memperbaiki
citra partai politik. Akhirnya ia memutuskan bergabung dengan Partai Demokrat,
yang pendiriannya digagas oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Sosok SBY yang santun,
jujur, dan adil, menginspirasi Marzuki Alie, dan memantapkan pilihannya.
Lulusan Fakultas Ekonomi, dan
Magister Manajemen, Universitas Sriwijaya, Palembang inipun akhirnya terpilih
sebagai Ketua DPR RI Periode 2009-20014 melaui persaingan yang cukup ketat.
Riwayat Pendidikan Marzuki Ali:
- PhD Program di Universiti Utara Malaysia, Sintokh, Kedah Malaysia, “Marketing Politic” 2003
- Magister Manajemen UNSRI, Palembang. “Corporate Finance” Berijazah
- Fakultas Ekonomi UNSRI, Palembang, “Production Management” Berijazah
- SMA Xaverius I Palembang, jurusan IPA Berijazah
- SMP Negeri IV Palembang Berijazah
- SD Negeri 36 Palembang Berijazah
Riwayat Pekerjaan :
- Ketua DPR RI (2009-2014)
- Komisaris Utama Group usaha PT.Global Perkasa Investindo 2006
- Direktur Komersiil PT.Semen Baturaja (Persero) Palembang 1999 - 2006.
- PT.Semen Baturaja (Persero) Palembang, Baturaja, Lampung,Jakarta
- Ka.Departemen Keuangan/ Ka.N.Teknik proyek OPT II, eselon I 1997 - 1999
- Ka.Biro Pemasaran eselon II 1996 - 1997
- Ka.Biro Akuntansi eselon II 1991 - 1996
- Ka.Biro Anggaran dan Analisa Keuangan eselon II 1987 - 1991
- Ka.Biro Umum merangkap staf Keu dan Logistik eselon II 1986 - 1987
- Staf Direktur Finansiil dan Ekonomi eselon III 1985 - 1986
- Ka.Bagian Pemeriksaan pd Satuan Pengawasan Internal eselon III 1983 - 1985
- Staf Akuntansi eselon IV 1980 – 1983
- Ka. Proyek Bid. Non Teknik Proyek Optimalisasi –II 1995 – 1999
- Ka. Umum & Logistik Proyek Optimalisasi -I 1992 – 1994
- Ka.Proyek ”Computer system Development” Intergrated system 1992 – 1993
- Pegawai Negeri Sipil di KPN, Departemen Keuangan RI Palembang 1979 – 1980
Biografi Seto Mulyadi (Kak Seto)
Seto Mulyadi
adalah seorang psikolog anak, pembawa acara program anak dan pemerhati masalah
anak-anak. Bahkan akibat ‘kepiawaiannya’, pria yang akrab dipanggil Kak Seto
ini, dipercaya untuk kali kedua sebagai Sekjen Komisi Nasional Perlindungan
Anak (Komnas PA). Selain itu kiprahnya di dunia pendidikan dan perlindungan hak
anak membuat Kak Seto makin diakui di tingkat nasional dan internasional lewat
berbagai penghargaan yang diterimanya, di antaranya dari Sekjen PBB Javier
Perez berupa penghargaan “Peace Messenger Award”, New York, pada 1987, dan
Orang Muda Berkarya tingkat Dunia, di Amsterdam pada 1987.
Kak Seto
di lahir di Klaten, 28 Agustus 1951. Pernikahannya dengan Deviana menghasilkan
empat anak yakni Eka Putri, Bimo, Shelomita, dan Nindya Putri. Ia memiliki
saudara kembar bernama Kresno Mulyadi (Kak Kresno) yang juga seorang psikolog
anak dan juga memiliki kakak Maruf Mulyadi.
Pria
yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Komnas Anak itu menyelesaikan pendidikan Sarjana Psikologi
UI pada 1981, Pendidikan S-2 Bidang
Psikologi Program Pascasarjana UI pada 1989, dan meraih gelar Doktor bidang
Psikologi Program Pascasarjana UI pada 1993.
Adanya
jabatan di Komnas PA itu membuat pria penerima Men’s Obsession Award 2006 itu
menjadi sasaran pengaduan bagi mereka yang menghadapi persoalan anak. Termasuk
kasus ‘rebutan’ anak yang banyak dialami oleh para selebritis yang mengalami
perceraian. Terhitung mereka adalah Tamara Bleszynki, Zarima, Five V dan lain
sebagainya.
Kak
Seto yang pernah menjadi pembawa acara televisi program anak-anak bersama
dengan Henny Purwonegoro itu, sering mengungkapkan keprihatinan kondisi anak di
Indonesia. Terutama mereka yang menjadi korban kekerasan dan terpaksa tidak
bisa menjalani perkembangan secara normal.
makasih infonya sangat menambah wawasan sekali
BalasHapussusu kental manis